NAMA : ALVIN MA`VIYAH
NPM : 1601030001
SEMESTER : 3
MATA
KULIAH : PERKEMBANGAN KOGNITIF
DOSEN
PENGAMPU : USWATUN HASANAH, M.Pd.I.
JURUSAN : PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(PIAUD/A)
FAKULTAS : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
A. Teori Kognitif
Teori Kognitif merupakan
suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Teori kognitif memberikan banyak konsep
utama dalam psikologi pendidikan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema
bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam tahapan-tahapan
perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan
informasi secara mental.
Teori kognitif digolongkan ke dalam
konstruktivisme, bukan teori nativisme yang menggambarkan perkembangan kognitif
sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan.Teori kognitif berpendapat
bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan
dengan lingkungan.
Proses ini tidak berjalan terpatah-patah,
terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan
menyeluruh. Ibarat sesesorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami
not-not balok pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri
sendiri, tapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran
dan perasaannya. Selain itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan
pengamatan secara keseluruhan lebih dahulu, menganalisisnya, lalu
mensintesiskannya kembali. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain
perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery
learning oleh Jeron Bruner, dan reception learning oleh Ausubel.
1. Teori Belajar (kognitif) Menurut
Beberapa Pakar
a. Jean Piaget
Menurut
Piaget (Uno,2006: 10-11) salah satu
penganut aliran kognitif yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga
tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi (penyimpangan).
1) Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(engintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa.
2)
Proses akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif kedalam situasi yang baru.
3)
Proses ekulibrasi adalah penyesuaian kesinambungan
antara asimilasi danakomodasi.
Piaget
berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan empat tahapan, antara
lain:
a)
Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini seorang anak mengembangkan
dan mengatur kegiatan fisik dan mental
menjadi rangkaian pembuatan yang bermakna. Perkembangan bergantung pada
tindakan bayi menggunakan indera-indera dan keterampilan-keterampilan
motoriknya untuk menjelajahi dan belajar tentang dunia.(1)
Tahap
ini dibagi menjadi enam sub tahap, yaitu:
1) Skema-skema
refleks yaitu Tahap (0-1 setengah bulan) contohnya menghisap
2) Reaksi-reaksi
sirkular primer Tahap yaitu (1 setengah bulan-4 bulan) contohnya anak akan
memasukkan ibu jari ke mulut
3) Reaksi-reaksi
sirkular sekunder yaitu Tahap ( 4-8 bulan) contohnya memukul mobil mainan,
mengangkat cangkir
4) Reaksi-reaksi
sirkular sekunder terkoordinsi yaitu Tahap (8-12 bulan) contohnya membuka tutup
kemudian menggenggam
5) Reaksi-reaksi
sirkulsr tersier yaitu Tahap (12-18 bulan) contohnya menjatuhkan bola dari
ketinggian-ketinggian yang berbeda
6) Awal
representasi simbolik yaitu Tahap (18-24 bulan) contohnya membuka dan menutup
mulut dengan baik.
b)
Tahap pra-operasional (2-7 tahun )
Pada tahap ini seeorang anak masih sangat
dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra
sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan
sesuatu seecara konsisten. Contohnya sebuah balok lego digunakan sebagai sikat
rambut, jari sebagai sikat gigi (Boyatzis & Watson, 1993).
c)
Tahap operasional konkret (7-11 tahun )
Pada
tahap ini seorang anak dapat membuat kesimpulan dari seesuatu pada situasi
nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua
aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan
ukuran).
d)
Tahap operasional formal
(11 tahun keatas )
Pada
tahap ini kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata.
Selain itu pula kemampuan menalara secara abstrak meningkat sehingga seseorang
mampu untuk berfikir secara deduktif. Dan juga pada tahap ini, seseorang mampu
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama-sama.
Piaget
juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif seorang siswa adalah melalui
sebuah proses asimilasi dan akomodasi. Di dalam pemikiran seseorang, sudah
terdapat struktur kognitif atau kerangka kognitif yang disebut skema. Setiap
orang akan selalu berusaha untuk mencari suatu keseimbanga, kesesuaian atau
ekuilibrium antara apa yang baru dialami (pengalaman barunya) dan apa yang ada
pada struktur kognitifnya. Jika pengalaman barungan cocok dengan yang tersimpan
pada kerangka kognitifnya, proses asimilasi dapat terjadi dengan mudah, dan
keseimbangan (ekuilibrium) tidak terganggu. Jika apa yang tersimpan di krangka
kognitifnya tidak cocok dengan pengalaman barungan, ketidak seimbangan akan terjadi,
dan anak beerusaha untuk menyeimbangkanya lagi.
Dengan
demikian, diperoleh proses akomodasi. Dapat disimpulkan proses asimilasi adalah
suatu proses tempat informasi atau pengalaman yang baru menyatuhkan diri
kedalam kerangka kognitif yang ada, sedangkan akomodasi adalah suatu proses
perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang ada agar sesuai dengan pengalaman
baru yang dialaminya.
Piaget
juga mengemukakan bahwa selain disebabkan oleh proses asimilasi dan akomodasi
di atas, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi oleh kematangan
dari otak sistem saraf anak, intraraksi anak dengan objek-objek diseekitarnya
(pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamanya
kerangka kognitifnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam
menghubungkan pengalamanya denngan kerangka kognitifnya (peengalaman
logico-mathematics), dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Para
pengikut Piaget menyakini bahwa pengalaman belajar aktif cenderung meningkatkan
perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar pasif cenderung mempunyai
akibat yang lebih sedikit dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak. Aktif
dalam arti bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda
konkret.(2)
b. Jerome Bruner
Jerome
Bruner berpendapat bahwa peranan
guru harus menciptakan situasi,
di mana siswa dapat belajar sendiri dari pada memberika suatu paket yang berisi
informasi atau pelajaran kepada siswa. Teori ini bertitik tolak pada teori
kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Maksudnya, teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui
contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan
teori bruner antara lain menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat
memotivasi siswa sehingga dapat menemukan jawabannya, menimbulkan keterampilan
memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis
dan memanipulasi informasi. Menurut Bnuner, perkembangan kognitif seseorang
terjadi tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu
sebagai berikut:
1)
Tahap enaktif
Seseorang
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan
sekitarnya. Suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat
abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-benda konkret. Dengan
demikian, topik pembelajaran tersebut dipresentasikan atau diwujudkan dalam
bentuk benda-benda nyata.
2)
Tahap ikonik
Tahap
pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat abstrak, dipelajari siswa
dengan menggunkan ikon, gambar dan diagram yang menggambarkan kegiatan nyata
dengan benda-benda konkret. Dengan demikian, topic pembelahjaran yang bersifat
abstrak ini telah direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata
yang dapat diamati siswa, lalu dipresentasikan atau diwujudkan dalam gambar
atau diagram yang bersifat semi-konkret.
3)
Tahap simbolik
Seseorang
telah mampu mempunyai ide-ide abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuanya
dalam berbahasa atau logika. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami
konsep, arti dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan (discovery learning).
c. David P. Ausubel
Teori
ini disebut juga teori hafalan ( rote learning) sebagaimana pernyataan yang
dikutip (Bell, 1978:132) berikut: “…, if the learner’s intention is to memorise
it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning process
and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless ( jika
seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk mempelajari sesuatu
tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain sudah diketahuinya, maka
baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan
tidak bermakna sama sekali baginya.”
Kelemahan
lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak dapat menjawab
soal baru lainya. karena materi matematika bukanlah pengetahuan yang
terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang utuh dan saling
berkaitan antara yang satu dan lyang lainnya, setiap siswa harus menguasai
beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah itu siswa harus
mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah
dipunyanya agar terjadi suatu proses pembelajarn yang berrmakna (meaningfull
learning).(3)
B. Pengertian Berfikir
Berfikir merupakan sudut
pandang behaviorisme khususnya fungsionalis atau proses kognitif yang
berlangsung antara stimulus dan respon. Bahasa merupakan alat yang penting
dalam proses berpikir, namun bahasa bukan satu-satunya alat yang dapat
digunakan dalam proses berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan
yaitu bayangan atau gambaran. Namun sebagian terbesar dalam berpikir orang
menggunakan bahasa (verbal).(4)
C. Teori Behaviorisme
Aliran behaviorisme
lahir sebagai reaksi aliran
instrospeksional (menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan
subjektif) dan juga aliran psokoanalisis (berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak).
Behaviorisme hanya menganalisis perilaku yang tampak saja yang dapat diukur,
dilukiskan, dan diramalkan. Teori dari aliran ini dikenal dengan teori belajar,
karena menurut mereka selur perilaku manusia ialah hasil belajar. Asumsi dasar
dari aliran ini ialah, seluruh perilaku manusia yaitu hasil belajar yang
berarti perubahan perilaku organisme
merupakan akibat pengaruh lingkungan.
Behaviorisme mempersoalkan bagaimana
perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Walaupun demikian,
asumsi yang digunakan oleh aliran behaviorisme aliran ini banyak menentukan
perkembangan psikologi.(5)
Sebagai
contoh teori behaviorisme oleh Albert
Bandura. Abert Bandura menyakini teori-teori belajar perilaku tidak memadai
sebagai suatu kerangka kerja untuk memahami perkembangan manusia. Ia
berpendapat bahwa banyak perilaku manusia dipelajari dengan cara mengamati
perilaku dan sikap-sikap orang lain, dan menggunakannya sebagai contoh bagi
perilaku kita sendiri (teori belajar sosial).
Kita memilih siapa yang akan ditiru.
Menurut Albert Bandura belajar bukanlah suatu respons otomatis, namunbelajar
bergantung pada proses-proses internal dan lingkingan. Kita hanya meniru perilaku
model jika model tersebut memiliki karakteristik-karakteristik yang kita anggap
menarik atau diinginkan.
Kondisis-kondisi lain yang diperlukan agar
percontohan berlangsung efektif adalah:
1. Atensi yaitu pengamat harus memerhatikan
perilaku yang dicontoh
2. Retensi yaitu pengamat harus mampu
mengingat perilaku yang dicontoh
3. Reproduksi yaitu pengamat harus memiliki
keterampilan-keterampilan untuk meniru tindakan tersebut
4. Motivasi yaitu pengamat harus
termotivasi untuk melakukan tindakan yang telah mereka amati dan mereka ingat
dan harus memiliki kesempatan untuk melakukannya (motivasi dapat muncul dengan
melihat bahwa perilaku model memperoleh penguatan sedangkan hukuman dapat
menghalangi peniruan perilaku tersebut).(6)
D.
Makanan untuk otak
1.
Brokoli
Jenis sayuran ini membantu memicu pertumbuhan sel-sel
baru di otak serta menghubungkan sel-sel secara alami sehingga bisa
meningkatkan fungsi dan memori otak. Mengkonsumsi semangkuk brokoli tiga kali
seminggu merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan kekuatan otak.
2.
Kacang kenari (Almond)
Kenari mujarab untuk membantu
meningkatkan kekuatan otak karena mengandung asam lemak omega-3 tertinggi
dibanding jenis kacang-kacangan lainnya. Omega-3 bisa melindungi otak karena
meningkatkan fungsi neurotransmitter.
3.
Ikan Salmon
Otak manusia terbuat dari 60 persen
lemak. Dengan begitu, dibutuhkan asupan lemak asam agar otak bisa berfungsi
baik. Ikan salmon kaya akan omega 3, yang bisa meningkatkan kekuatan otak dan
mengandung asam docosahexaenoic (DHA) yang bisa mencegah penyakit Alzheimer.
4.
Tomat
Tomat adalah buah yang paling mudah
ditemui dan bisa meningkatkan kekuatan otak karena mengandung sumber
antioksidan dan lycopene yang bisa mengatasi kerusakan radikal bebas pada
sel-sel otak yang bisa menyebabkan demensia. Mengkonsumsi tomat setiap hari
bisa mendorong memori otak lebih tajam.
5.
Teh Hijau
Penelitian yang dilakukan tim riset
dari University of Basel menemukan teh hijau bisa meningkatkan fungsi
konektifitas otak, mencegah demensia dan bisa meningkatkan memori otak bahkan
mengurangi risiko penyakit parkinson. Minum teh hijau 2 cangkir hingga 3
cangkir tanpa gula untuk merasakan manfaatnya.
6.
Cokelat Hitam
Makanan ini mengandung antioksidan
terbaik bagi tubuh, termasuk otak. Kandungan flavonoid dalam cokelat hitam bisa
membantu meningkatkan sirkulasi darah ke otak. Sebuah penelitian yang dilakukan
Wheeling Jesuit University di West Virginia membuktikan cokelat hitam bisa
meningkat konsentrasi. Untuk meningkatkan kekuatan otak, tambahkan sedikit
cokelat hitam pada makanan sehari-hari.
7.
Blueberry
Mengkonsumsi blueberry bisa
membantu otak lebih tajam karena buah ini mengandung flavonoid. Buah ini juga
bisa meningkatkan memori, fungsi kognitif otak, melindungi otak dari radikal
bebas berbahaya, yang bisa merusak jaringan otak dan sering dikaitkan dengan
hilangnya memori. Mengkonsumsi blueberry setiap hari bisa mengurangi risiko
Parkinson dan Alzheimer.
8.
Bayam
Bayam kaya kalium, yang bisa
membantu merawat konektifitas otak, meningkatkan daya fikir dan daya ingat.
Bayam juga kaya akan antioksidan yang bisa melindungi sel-sel otak dari
kerusakan. Bukan hanya itu, bayam juga mengandung magnesium, folat, vitamin E dan
vitamin K, yang membantu menurunkan risiko demensia, yakni penurunan fungsional
yang disebabkan kelainan pada otak.(7)
Referensi:
(1) Yudrik Jahja, 2011, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Kencana, hlm. 56-58.
(2) Yudrik Jahja, 2011, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Kencana, hlm. 115-116.
(3) Sri
Esti Wuryani Djiwandono, 2006, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 170-179.
(4) Bimo
Walgito, 2004, Pengantar Psikologi Umum,
Yogyakarta: ANDI OFFSET
(5) Yudrik Jahja, 2011, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Kencana, hlm. 20.
(6) Penney Upton, 2012, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga, hlm. 19-20.
(7) http://www.dw.com/id/8-makanan-penguat-otak/g-18001437
Tidak ada komentar:
Posting Komentar