PEMIKIRAN-PEMIKIRAN
K.H ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) YANG TETAP RELEVAN DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN
K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab
dipanggil Gus Dur lahir pada tanggal 4 Agustus 1940 di Desa Denanyar Jombang,
Jawa Timur. Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya, K.H
Wahid Hasyim adalah putra K.H Hasyim Asy`ari, pendiri salah satu organisasi
Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Ibunya. Ny. Hj. Sholehah
adalah putri pendiri pesantren Denanyar Jombang, K.H Bisri Syamsuri, kakek dari
pihak ibu ini juga merupakan tokoh NU. Gus Dur belajar banyak hal dari ayahnya,
bukan hanya dari ayahnya Gus Dur juga banyak belajar dari pergaulan ayahnya mulai
dari kalangan nasionalis, pergerakan, dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Inilah
yang menjadikan sosok Gus Dur dikemudian hari sangat kaya akan segudang pengetahuan.
Semasa hidupnya Gus Dur terkenal
sebagai sosok yang penuh kontroversi. Gaya komunikasinya yang bersifat
fleksibel. Beliau menggunakan bahasa komunikasi yang sesuai dengan kondisi. Saat
berhadapan dengan khalayak akademik, bahasa yang digunakan adalah bahasa
akademik, ketika berhadapan dengan masyarakat, beliau menggunakan bahasa
pedesaan sesuai dengan bahasa mereka, begitu pula saat berada dikalangan
pesantren beliau juga menggunakan bahasa yang umumnya digunakan dikalangan
pondok pesantren.
Gus Dur adalah sosok yang sangat
menjunjung tinggi pluralisme, hal ini terdapat pada ungkapan beliau yang
mengatakan bahwa “sebagai seorang muslim, saya harus yakin bahwa islam adalah
yang paling benar. Saya tidak mungkin menganggap agama orang lain sama-sama
benarnya seperti agama saya. Bagaimana mungkin saya menganggap mereka bisa
masuk surga seperti saya, la wong mereka menganggap kita-kita ini adalah kaum
sesat yang harus diselamatkan.” Gus Dur pernah berpendapat bahwa dirinya tidak
setuju terhadap sorang muslim yang menyatakan agama orang lain adalah benar
sebagimana kebenaran agamanya. Namun beliau lebih suka mengatakan, “semua agama
mengajarkan kebaikan dan kebenaran sesuai keyakinannya.” Karena bagi beliau
keyakinan yang dianut setiap orang akan dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri
dihadapan Allah SWT.
Meskipun
Gus Dur meyakini agamanya lebih baik dari agama lain, namun beliau tidak pernah
mempermasalahkan keyakinannya meskipun orang tidak sependapat dengan
pemikirannya. Beliau sangat menghargai apapun keyakinan yang dianut
masing-masing orang. Dengan pemahaman pluralisme yang demikian, Gus Dur tampak
lebih mengutamakan keutuhan dan kedamaian bangsa tanpa kehilanagn identitas dan
keyakinannya. Beliau juga tidak pernah memilih-milih pergaulan dengan sesama
pihak yang berlatar belakang baik sosial, ras, golongan. Karena menurut beliau
memilih-milih pergaulan akan menghambat kemajuan peradaban bangsa.
Bukan
hanya dikenal sebagai bapak pluralisme, Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang
sangat mementingkan dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dapat dilihat dari
pemikiran-pemikiran beliau yang menyatakan bahwa pendidikan harus didasarkan
pada keyakinan religius dan bertujuan untuk membimbing dan menghantarkan
peserta didik menjadi manusia yang utuh. Meskipun Gus Dur selalu mengaitkan
segala pemikirannya denagn hal religius, namun beliau selalu bisa menyesuaikan
sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang mengikuti perkembangan zaman. Gus Dur mengharapakan
pendidikan yang ditempuh bukan hanya untuk menjadikan manusia seperti robot,
melainkan berpegang pada pendidikan yang memanusiakan manusia, kurikulum
pembelajaran Gus Dur juga menitikberatkan pada aspek afektif (perilaku) dan
psikomotorik (keterampilan). Karena menurut beliau aspek kognitif (pengetahuan)
tidak menjamin mudahnya meraih pekerjaan yang diharapkan. Karena pengetahuan
tanpa keterampilan tidak akan berguna semaksimal mungkin.
Beliau
juga mengatakan bahwa seorang pendidik harus mengembangkan proses pembelajaran
pada pola pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), sehingga
dapat membentuk siswa yang bertanggungjawab, kreatif, inovatif dan tidak
bergantung pada materi yang disampaikan oleh guru. Metode pembelajaran menurut
Gus Dur pun harus bisa merangsang kemampuan berpikir kritis, dan inovatif.
Menurutnya, pembelajaran yang bersifat doktriner malah akan membunuh daya
eksplorasi siswa dalam belajar. Perpaduan
pemikiran Gus Dur mengenai pendidikan
merupakan hasil perpaduan yang diadaptasinya dari lingkungan pesantren dan
sekolah-sekolah modern yang pernah beliau singgahi. Gus Dur mencoba memadukan
antara pendidikan islam tradisionalis yang diterapkannya dipesantren dengan
pendidikan di sekolah modern.
Hal
ini dapat dibuktikan dari pemikirannya mengenai konsep pendidikan islam yang
dapat mengadopsi pemikiran Barat modern, dengan tidak meninggalkan esensi dari
ajaran islam dan identitas islam yang tetap dijadikan pegangan utama. Ini
merupakan perpaduan yang kompleks, terlebih dengan perkembangan pendidikan di
Indonesia yang majemuk. Secara garis besar, pemikiran Gus Dur lebih tebuka,
ini sebagai hasil pengalamannya selama mengembara mencari ilmu. melaui
pemikirannya, Gus Dur lebih menekankan proses yang diperoleh dari sebuah pendidikan
daripada hasil. Sehingga hasil akhir dari sebuah perjuangan bukan hanya status
sosial, namun yang terpenting adalah esensi dari ilmu yang
dimiliki.